Jiwa Dan Roh Menurut Agama

  Pada waktu Anda mendengar kata ”Jiwa” dan ”Roh”, apa yang terlintas dalam pikiran anda? Banyak orang percaya bahwa kata-kata itu mengartikan sesuatu yang tidak kelihatan dan abadi yang ada dalam diri kita. Menurut sebagian para ahli, Roh dapat diartikan juga sebagai pribadi orang itu secara keseluruhan setelah kematian. Ada juga sebagian orang yang kurang mempercayai bahwa Roh itu ada, dan Roh biasa juga disebut sebagai sebuah Titik Cahaya yang keluar dari dalam tubuh seseorang yang telah meninggal. Sedangkan untuk Jiwa sendiri mempunyai pengertian yang berbeda pula juga menurut sebagian orang, ada yang mengatakan jiwa adalah sebuah bentuk yang menyerupai wujud asli dari apa yang diikutinya.

 Berikut adalah perbedaan pengertian mengenai Jiwa Dan Roh Menurut Agama:

I    Menurut Ajaran KeBuddhaan

ada 2 jenis pengertian mengenai hal ini , Yakni : Atman Dan Roh . 
    • Atman yaitu percikan terkecil dari Tuhan dimana atman itu tidak terpengaruh dengan sifat keduniawian. Misalnya disaat proses kehamilan seorang ibu maka anak yang akan dilahirkan mendapat percikan dari Tuhan yang disebut Atman. Sehingga si-anak tersebut menjadi hidup dan dilahirkan dalam keadaan polos.Sedangkan,
    • Roh yakni sudah terikat dengan Hal-hal keduniawian. Misalnya orang yang meninggal kemudian kita melihat hantunya, maka itu sebenarnya yang kita lihat adalah Roh yang masih terikat dengan sifat keduniawian sehingga si-Roh tersebut masih merasakan adanya ketergantungan terhadap duniawi sehingga masih gentayangan.

    Penjelasan diatas memberitahu bahwa Atman dan roh itu sangan berbeda. Sebab Atman merupakan percikan Tuhan yang sudah tidak terikat, sehingga bisa berbentuk apa saja misalnya seperti cahaya dari sang Dewata sedangkan Roh masih mengalami bentuk seperti di darimana dia berasal (masih kadang berbentuk seperti waktu masih Hidup).

    II    Menurut Pandangan Islam

    Jiwa, dalam bahasa Arab disebut Nafs, dan dalam bahasa Yunani disebut Psyche yang diterjemahkan dengan jiwa atau Soul dalam bahasa Inggris. Sedangkan Roh biasanya diterjemahkan dengan Nyawa atau Spirit. Sejak manusia mengalami proses kejadian Sampai sempurna menjadi janin dan dilahirkan ke atas dunia, telah ada unsur lain yang bukan fisik material yang ikut menyusun semua peristiwa penciptaan itu. Justru adanya unsur non-fisik inilah yang membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya sebagai satu kelebihan. Kelebihan ini akhirnya tampak nyata pada norma-norma nafsiyah (psikologis) dengan segala kegiatannya.

    Ada beberapa  para ahli/ilmuwan yang berpendapat tentang jiwa/roh salah satunya

    Plato (477-347 sM)
    Berpendapat bahwa jiwa itu adalah sesuatu yang immaterial, abstrak dan sudah ada lebih dahulu di alam praserisoris. Kemudian bersarang di tubuh manusia dan mengambil lokasi di kepala (logition, pikiran), di dada (thumeticon, kehendak) dan di perut (abdomen, perasaan). Pendapat ini kemudian dikenal dengan istilah Trichotomi. Menurut Plato, ketiga unsur inilah yang mendasari seluruh aktivitas manusia. Dengan kata lain, seluruh kegiatan hidup kejiwaan manusia mempunyai dasar yang kuat pada ketiga unsur tersebut. Sejajar dengan trichotominya, Plato mengatakan bahwa manusia akan memiliki sifat Bijaksana (jika pikiran menguasai dirinya) dan Ksatria atau Berani (jika kehendak menguasai dirinya) serta Kesederhanaan (jika perasaannya tunduk pada akalnya). Maka apabila ketiga sifat itu menguasai manusia,berarti ia telah memiliki kesadaran sebagai manusia. Sadar artinya mengerti secara aktif. Dengan kesadaran inilah, manusia selalu cenderung untuk menentukan sendiri bentuk-bentuk aktivitas hidupnya dan tingkah-laku yang diwujudkannya, maupun finalita dalam kehidupannya.

    Kemudian, apa perbedaan jiwa dengan roh?
    Membicarakan masalah roh itu memang kurung menarik perhatian, kecuali beberapa orang tertentu yang memperhatikan dirinya serta ingin memahami fungsi roh pada tubuhnya. Yang mempersoalkan roh pertama kali adalah kaum Yahudi, yang dijawab oleh wahyu:"Katakanlah Muhammad, bahwa roh itu menjadi urusan Tuhanku saja." (QS Al Isra': 85).

    III     Menurut Pandangan Kristiani

    Anda mungkin ingat bahwa pada mulanya sebagian besar Alkitab ditulis dalam bahasa Ibrani dan Yunani. Ketika menulis tentang Jiwa, para penulis Alkitab menggunakan kata Ibrani neʹfes atau kata Yunani psy·kheʹ. Kedua kata itu muncul lebih dari 800 kali dalam Alkitab, dan Terjemahan Dunia Baru secara konsisten menerjemahkannya sebagai ”Jiwa”. Sewaktu Anda memeriksa penggunaan kata ”Jiwa” dalam Alkitab, jelas bahwa kata itu pada dasarnya memaksudkan (1) orang, (2) binatang, atau (3) kehidupan seseorang atau seekor binatang. Sedangkan Roh Para penulis Alkitab menggunakan kata Ibrani ruʹakh atau kata Yunani pneuʹma sewaktu menulis tentang ”Roh”. Alkitab sendiri menunjukkan arti kata-kata itu. Misalnya, Mazmur 104:29 mengatakan, ”Apabila engkau [Yehuwa] mengambil Roh [ruʹakh] mereka, mereka mati, dan mereka kembali kepada debu.” Dan, dalam Yakobus 2:26 dikatakan bahwa ”tubuh tanpa Roh [pneuʹma] adalah mati”. Maka, dalam ayat-ayat itu, ”Roh” memaksudkan sesuatu yang memberikan kehidupan kepada tubuh. Tanpa Roh, tubuh mati. Karena itu, dalam Alkitab kata ruʹakh tidak hanya diterjemahkan sebagai ”Roh” tetapi juga sebagai ”tenaga”, atau ”daya kehidupan”. Misalnya, mengenai Air Bah pada zaman Nuh, Allah menyatakan, ”Aku akan mendatangkan air bah ke atas bumi untuk membinasakan dari bawah langit semua makhluk yang memiliki Daya [ruʹakh] kehidupan yang aktif.” (Kejadian 6:17; 7:15, 22) Jadi, ”Roh” memaksudkan daya yang tidak kelihatan (pancaran kehidupan) yang memberikan kehidupan kepada semua makhluk hidup.

    Dapat disimpulkan Jiwa dan Roh tidak sama. Tubuh membutuhkan Roh, sama seperti radio membutuhkan listrik. Sebagai gambaran lebih jauh, coba bayangkan sebuah radio. Apabila Anda memasukkan baterai ke dalam radio portabel lalu menyalakannya, listrik yang tersimpan dalam baterai akan menghidupkan radio itu. Tetapi, tanpa baterai, radio itu mati. Radio listrik juga akan mati jika kabelnya dicabut dari stop kontak. Demikian pula, Roh adalah  daya yang menghidupkan tubuh kita. Dan, sama seperti listrik, Roh tidak mempunyai perasaan dan tidak dapat berpikir. Roh adalah daya yang tidak berkepribadian. Tetapi, tanpa Roh, atau daya kehidupan, tubuh kita ’mati dan kembali kepada debu’, sebagaimana dikatakan pemazmur.

    Jadi, dalam satu pengertian yang hampir serupa, dapat disimpulkan bahwa Roh dan Jiwa itu berbeda.

    Share this

    Related Posts

    Latest
    Previous
    Next Post »